Berulang kali, kita saling membenturkan pandang. Entah mulai dari mana kita mau memanggil satu demi satu kata agar keluar dari rumahnya. Kita terus mengulur waktu, demi mengatakan hal-hal yang jujur kita miliki.Sajak Kana
Mencoba mencari cara agar di detik setelah ia keluar, semua baik-baik saja. Senja tetap menawan jingga di mata sepasang kekasih. Laut tetap bergelombang kecil. Dan kita tetap bisa menerima setiap rahasia.
Dua menit yang panjang. “Terima kasih” “Untuk apa?” “Untuk segalanya.” “Maksudmu?” “Untuk...” “Sudahlah!” Tiga menit yang panjang... “Aku mencintaimu.” “Aku juga.” “Juga apa?” “Merasakan hal yang sama.” “Hal apa?” “Kenapa kamu berlagak tak tahu?” “Aku tahu.” “Terus?” “Kenapa tak jujur pada sendiri?” “Aku mencintaimu juga.” “Nadamu terlalu tinggi” “Sudahlah.” Satu menit yang panjang. “Pulang?” “Iya.” “Tak mau lebih lama disini?” “Untuk apa?” “Untuk terus bersembunyi dari kejujuranmu.” “Maksudmu?” “Betapa berat untuk mengatakan perasaan.” “Tidak juga.” “Aku mencintaimu.” “Aku juga.” “Lagi-lagi begitu.” “Kamu maunya apa?” Tiga detik yang panjang. “Aku setia padamu.” “Aku...” “Sekarang kau yang tak berani.” Ombak terus bergulung. Senja tetap jingga. Semua orang tetap disana. Dan kami, entah dimana kami setelah detik itu. " DUNIAKANA "